Pesawat Garuda Indonesia GA 890 dari Jakarta yang saya naiki mendarat
dengan mulus di bandara internasional Capitol Beijing sekitar pukul 04.00 pagi. saya melongok keluar jendela untuk melihat
kondisi diluar, ternyata suasana masih cukup gelap dan hanya lampu-lampu di bandara yang
menerangi di sekitar landasan. Setelah pesawat merapat ke terminal dan
disambungkan dengan belalai garbarata, maka penumpang turun menuju ke
tempat bagasi dan imigrasi. Saya menyodorkan paspor setelah mengantri beberapa saat. Paspor diperiksa dengan memperhatikan foto paspor dengan wajah aslinya, setelah petugas
imigrasinya yakin, maka pasporpun distempel.
Sambil menarik koper saya berjalan menuju
keluar terminal bersama beberapa teman lainnya mengikuti rekan yang menjemput
yang sudah menunggu sebelumnya. Begitu
menginjakkan kaki di luar terminal hawa terasa sangat dingin, entah berapa
derajat suhunya, saya tidak tahu pasti, yang jelas saat itu sudah memasuki
musim gugur. Karena suhu pagi itu cukup dingin, saya segera memasuki kendaraan
yang dipakai untuk menjemput, ada dua mobil satu sedan dan
satunya minibus Mercedes MB100.
Perjalanan dari bandara ke pusat kota Beijing tidaklah terlalu lama,
jalan lancar melalui high way yang mulus dan lebar. Tidak heran ketika dikatakan “disini semua
serba besar” kata rekan yang telah bermukim di Beijing selama 20 tahun dan bekerja sebagai staf
lokal di Kantor Perwakilan RI di Beijing.
Rumah Makan
Muslim
Pagi itu, sesampainya di pusat kota Beijing, saya dan
rekan lainnya langsung diajak sarapan pagi disebuah rumah
makan muslim “Western Mahua” yang menjual aneka makanan chinese food. Kami semua makan mie kuah dengan irisan daging
sapi, irisan lobak serta taburan daun bawang. Porsinya lumayan besar untuk
ukuran Indonesia, karena dari mangkok nya saja sudah terlihat besar. Kalau
dilihat dari rasanya memang tidak terlalu istimewa, tapi wajib untuk dinikmati
ketika masih panas, meskipun tidak sanggup rasanya untuk menghabiskan satu
mangkok mie. Ternyata bukan hanya saya tapi tampaknya rekan lain juga tidak
sanggup menghabiskan isi mangkoknya.
Mana mungkin bisa habis, ukuran mangkoknya saja lumayan besar, lebih besar dari
mangkok mie ayam yang biasa kita jumpai di Jakarta.
Selain mie masih ada makanan lainnya, ada onde-onde tanpa isi kacang
hijau yang dari segi ukurannya juga relatif besar, serta makanan sejenis bakpao goreng dengan isi sayuran. Meskipun
tidak sanggup menghabiskan mie semangkok tapi rasanya masih sanggup untuk
menghabis kan dua jenis kue ini. Rasa
kedua kue ini memang lumayan enak, bahkan boleh dikata sangat enak, jadi sayang kalau tidak diicipi
dan dinikmati. Setelah merasakan kedua jenis kue ini, terpikir
sejenak,
kalau saja ada rumah makan sejenis ini di Jakarta, sudah pasti saya akan mampir
setiap hari untuk sarapan, minum kopi dan menikmati kue-kue nya.
Disamping enak untuk dinikmati, makanan disini jelas halal karena
penjual nya adalah suku Hui yang beragama Islam. Tidak mengherankan bila
ternyata rumah makan ini cukup laris, dan pelanggannya pun termasuk anak2
sekolah dan juga orang tua yang akan mengantarkan anak-anaknya sekolah. Untuk
itu pagi-pagi sekali rumah makan ini sudah buka dan saya beserta tema-teman
termasuk tamu yang datang paling awal.
Ketika kami datang di rumah makan ini, hanya ada satu dua orang saja
yang datang, tetapi ketika hari semakin terang, dan anak-anak sekolah mulai
masuk, rumah makan menjadi ramai, bahkan anak sekolah setingkap SMP pun juga
sarapan di tempat ini. (Okt 2014) ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar