Yogya-Klaten dengan Prambanan Ekspres



Beberapa waktu lalu, saya pernah mencoba naik Kereta Api Prambanan Ekspres (Prameks), kereta ulang-alik (komuter) yang menghubungkan kota Yogya dengan kota Solo. Saya naik KA Prameks dari stasiun Maguwo hingga ke stasiun Klaten yang dapat ditempuh kurang lebih selama 20 menit. namun dalam perkembangannya ternyata kereta Prameks ini tidak hanya berhenti sampai kota Yogya saja tetapi sudah lanjut hingga hingga stasiun Kutoarjo. 

Cikal bakal kereta komuter yang melayani rute Yogya-Solo ini sebenarnya telah beroperasi sejak tahun 1960-an hingga akhir 1970-an. Kereta tersebut bernama "Kuda-Putih" (karena ada logo bergambar kuda di bagian atas jendela masinisnya) dan merupakan kereta rel diesel (KRD) pertama di Indonesia. Namun setelah Kuda Putih tidak aktif  karena dihentikan operasionalnya pada tahun 1980-an, praktis tidak ada lagi kereta api komuter yang menghubungkan kedua kota itu.

KA Komuter Yogya-Solo  kembali diluncurkan dengan nama prameks pada bulan Mei 1994. Awalnya KA itu berjalan sebanyak dua kali sehari dengan menggunakan empat rangkaian kereta kelas bisnis yang ditarik dengan lokomotif diesel.  Kemudian pada 1998, rangkaian kereta yang ditarik oleh lokomotif diganti dengan KRD.

Kali ini, saya kembali mengunjungi kota Yogya untuk melaksanakan tugas kantor selama beberapa hari, namun sebelum memulai pekerjaan, dengan sedikit waktu luang saya mencoba melakukan perjalanan ke kota Klaten. Karena terbatasnya waktu, tentu saja saya harus memilih moda transportasi kereta api, selain cepat dan murah, juga terhindar dari kemacetan lalu lintas, sehingga bisa lebih cepat kembali ke Yogya. Meskipun awalnya hanya terpikir untuk sekedar menikmati perjalanan dengan KA Prameks dari stasiun Maguwo, tetapi apa salahnya jika sekaligus juga berwisata kuliner disana.

Siang itu, setelah mendarat  di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, saya dan dua orang teman lain yang kebetulan satu penerbangan, langsung menuju stasiun Maguwo yang terletak dalam satu komplek bandara. Saya berjalan kaki ke arah stasiun melalui lorong (tunnel) dan eskalator untuk menuju stasiun.  Hawa panas kota Yogya begitu terasa, sehingga waktu saya menuju loket penjualan karcis kereta dalam hati sempat berharap akan mendapatkan kereta kelas bisnis yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin udara. Tapi ternyata kereta yang akan datang lebih dulu adalah kereta ekonomi KRD Prambanan Ekspres (Prameks). Tak apalah pikirku daripada menunggu terlalu lama di stasiun, lebih baik naik kereta yang paling cepat dan datang lebih dulu.

Stasiun Maguwo

Memasuki Stasiun Maguwo saya segera membayangkan kondisi stasiun yang bersih rapi dan sangat terawat seperti komdisi Oktober tahun lalu ketika saya kesini.  Saya memasuki peron 2, terlihat sudah ada beberapa penumpang yang menunggu kereta Prameks tujuan Solo. Saya segera mencari tempat duduk, namun alangkah terperanjatnya saya ketika melihat sampah sisa makanan dan minuman di kursi peron. 

Rupanya ada orang yang meletakkan sampah sembarangan. Saya segera ambil sampah tersebut dan mengatakan: “Jorok sekali orang yang buang sampah sembarangan, bikin malu bangsa Indonesia” kata saya yang juga didengar oleh beberapa orang yang ada disitu. Lalu saya ajak kedua teman saya untuk menjadi sukarelawan membersihkan sampah yang ada di kursi dan membuangnya ketempat yang semestinya, sehingga kursinya bisa diduduki. 

Mununggu kereta commuter Prambanan Ekspres di Stasiun Maguwo

Sambil duduk di peron stasiun Maguwo dan memandang ke seberang sepintas mengingatkan sebuah stasiun di negara bagian Victoria, yakni stasiun kereta Footscray, Melbourne. Memang tidak sama atau bahkan mungkin berbeda, namun bentuk dan suasana di kedua stasiun ini tidak jauh berbeda. Yang membedakan kalau di stasiun Footscray saya harus mengenakan jaket karena musim dingin, sedang di stasiun Maguwo saya harus melepaskan jaket karena udara panas. 

Pilihan naik kereta dari Stasiun Maguwo ke Klaten merupakan pilihan yang tepat, sama dengan pemikiran kedua teman yang juga memilih kereta untuk perjalanan ke Solo. Dengan menggunakan kereta waktu tempuh akan lebih cepat karena terhindar dari kepadatan lalu lintas jalan raya Yogya – Solo yang semakin hari semakin padat. Menggunakan kereta, disamping lebih ekonomis juga lebih praktis karena tidak perlu keluar dari areal bandara. Hanya saja, penumpang harus bersabar menunggu karena kereta commuter yang menghubungkan Yogya dan Solo tidak tersedia setiap saat seperti layaknya kereta Jabodetabek, sehingga penumpang harus menunggu.  

Harga tiket kereta Prameks relatif sangat murah, dari Yogya sampai Solo hanya seharga Rp.6.000,- saja untuk sekali jalan.  Mungkin karena relatif murah, penumpang yang turun di stasiun Klaten pun harga tiketnya tidak dibedakan dengan penumpang yang ke Solo. 

Tiket Kereta Prambanan Ekspres
 
Ini adalah kali kedua saya naik kereta Prambanan Ekspres dari stasiun Maguwo menuju stasiun Klaten. Untuk mencapai stasiun Klaten, kereta Prameks hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit saja. Apalagi dengan rel ganda nyaris perjalanan akan terasa lebih cepat dan bebas hambatan. 

Perjalanan dengan Kereta Rel Diesel (KRD) Prameks menuju stasiun Klaten bagi saya memberikan arti tersendiri. Kereta dengan warna silver dan kuning tersebut berjalan mulus walaupun tanpa air condition, dan angin tetap berhembus melalui sebagian jendela yang terbuka. Karena tidak dapat tempat duduk, saya berdiri di gerbong kedua pada rangkaian kereta yang belakang.  Sejenak saya memandang kearah luar jendela, terlihat areal persawahan dengan latar belakang pegunungan yang masih sama seperti dulu, dan bedanya sekarang nampak lebih hijau.



Suasana di gerbong kereta Prambanan Ekspres

Setelah berdiri beberapa saat, saya mulai perhatikan situasi sekeliling, melihat kemungkinan untuk mendapatkan tempat duduk. Saya lihat kekiri dan kekanan, nampaknya penumpang kereta ini tidak terlalu padat dan rata-rata duduk dengan posisi renggang.  Karena masih memungkinkan untuk duduk, saya kemudian minta kepada seorang laki-laki untuk bergeser sedikit, agar ada sedikir ruang sehingga saya bisa ikut duduk disitu

Kereta Prameks yang saya naiki terlihat bersih dan tidak ada tanda-tanda orang meninggalkan sampah di kursi penumpang seperti sampah di kursi peron stasiun Maguwo tadi. Kondisi yang bersih didalam gerbong kereta nampaknya perlu mendapatkan acungan jempol. Sambil duduk saya mengeluarkan telepon selular saya dan mulai mengabadikan suasana dalam gerbong kereta.
 
Tanpa terasa setelah 20 menit berlalu, kereta sudah memasuki stasiun Klaten dan saya siap-siap berdiri sambil membawa tas punggung yang berisi pakaian ganti dan perlengkapan lainnya yang saya bawa dari Jakarta. Saya pun segera mendekat berpamitan kepada kedua teman yang duduk berseberangan, dan saya katakan “sampai ketemu lagi nanti sore di Yogya”. 

Prambanan Ekspres berhenti di Stasiun Klaten

Stasiun Klaten

Kereta berhenti di spoor 2 dan saya melangkah turun meninggalkan kereta, berjalan menyusuri peron menuju kearah pintu keluar yang berada disisi timur. Kondisi stasiun nampak bersih, rapi, dan tentu saja nyaman, sama seperti stasiun lainnya, tanpa calo dan tanpa pedagang asongan. Bangunan stasiun juga terlihat masih sangat kokoh, yang merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini konon dibangun bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Solobalapan-Yogyakarta yang dikerjakan oleh perusahaan kereta api milik swasta di Hindia Belanda, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscahppij (NIS) pada tahun 1872. Setelah diambilalih oleh Staatsspoorwegen, perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda, dan dilakukan pembenahan pada tahun 1929,  stasiun Klaten yang masih berukuran kecil kemudian diperbesar seperti sekarang ini.
 
Setelah keluar dari areal stasiun, saya tidak lupa untuk segera kembali masuk  kedalam stasiun tempat dimana terdapat loket penjualan tiket kereta. Saya memperhatikan papan petunjuk perjalanan, sehingga saya bisa mengetahui jam berapa saya harus kembali ke stasiun. Setelah yakin dengan jadwal, saya segera bergegas menuju jalan raya menuju pusat kota Klaten. (Feb 2015) ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar