Perjalanan ke Sukamara

Catatan Perjalanan di Perbatasan Kalteng-Kalbar

Pesawat Kalstar Boeing 737 seri lama dari Jakarta yang membawa saya, sore itu mendarat di bandara Iskandar di Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Ini kali pertama saya menginjakkan kaki di Pangkalan Bun yang merupakan ibukota dari Kabupaten Kotawaringin Barat. Bandara nya relatif kecil, namun rasanya sudah cukup memadai sebagai prasarana penerbangan menuju kota-kota besar di Jawa. Prasarana di bandara terlihat cukup lengkap, apalagi bandara Iskandar merupakan bandara militer dan satu-satunya bandara yang dikelola oleh Angkatan Udara di wilayah Kalimantan Tengah.  
Perjalanan saya kali ini adalah menuju Kabupaten Sukamara yang terletak disebelah barat Pangkalan Bun, yang merupakan kabupaten pemekaran dari induknya kabupaten Kotawaringin Barat sekitar limabelas tahun lalu. Tidak ada yang aneh di seputar bandara, kecuali niat untuk mengabadikan beberapa sudut terminal yang bertuliskan “selamat datang di Bandara Iskandar Pangkalan Bun”. Begitu mendarat saya sudah diberitahu oleh rekan yang menjemput bahwa perjalanan berikutnya menuju ke Sukamara ditempuh dengan jalan darat dengan kondisi jalan yang belum memadai.


Dengan menggunakan kendaraan penumpang umum yang biasa disebut dengan taksi, yakni Kijang Innova dengan ban yang lebih besar, perjalanan ke Sukamara dimulai setelah makan malam di sebuah Rumah Makan Soto Kuali. Awalnya teman yang menjemput meminta kepada sopir agar memutar dulu kearah kota Pangkalan Bun agar saya bisa melihat suasana perkotaan, namun sopir taksi menolak dengan alasan sudah ditunggu taksi lain yang ingin jalan beriringan. Maklum saja, sesama taksi harus jalan bersama-sama karena dikuatirkan mobil terperosok dijalan berlumpur, mengingat jalan raya Pangkalan Bun ke Sukamara masih didominasi jalan tanah, dan sebagian lainnya sudah beraspal.

Jalan berlumpur dari Pangkalan Bun ke Sukamara 

Sore itu cuaca memang terlihat mendung, sopir taksi terlihat agak kuatir jika sampai turun hujan ketika posisinya berada dijalan tanah yang berlumpur. Selesai makan malam, mobil pun segera dipacu meluncur dijalan aspal meninggalkan kota Pangkalan Bun menuju Sukamara. Saya duduk didepan kiri disamping pengemudi, agar saya bisa melihat suasana perjalanan dan melihat jalan-jalan yang dilalui yang terdengar sangat mengasyikkan. Setelah meluncur dijalan beraspal sekitar 7 atau 10 kilometer,  jalan beraspal pun berakhir dan jalan tanah pun sudah menunggu, termasuk satu taksi lain juga sudah menunggu untuk jalan bersama-sama. 

Taksi yang saya tumpangi berjalan cepat penuh goncangan, pengemudi kelihatan sangat terampil dan faham dengan kondisi jalan yang dilalui. Kumbangan lumpur terlihat di beberapa tempat, dan  kumbangan itu dijaga oleh masyarakat dengan cara membuat gubug dan tentu saja setiap kendaraan yang lewat memberikan sedikit imbal jasa se ikhlasnya. Saya penasan juga karena beberapa kali di beberapa tempat pengemudi memberikan uang kepada masyarakat yang berjaga dijalan berlumpur, saya mencoba bertanya ke pengemudi, dan jawabnya hanya dua ribu rupiah saja. 

Kendaraan taksi terperosok dijalan berlumpur

Setelah dua kali melalui kumbangan jalan berlumpur, kini kembali dihadapkan dengan kumbangan lumpur yang ketiga. Iring-iringan taksi terpaksa harus berhenti sejenak, karena sebuah truk bermuatan terperosok dan tidak bisa bergerak lagi. Pengemudi taksi yang saya naiki  turun dan memeriksa jalan yang masih memungkinkan untuk dilalui. Setelah yakin aman, taksi kembali berjalan dan lolos dari lumpur, namun taksi berikutnya mencoba melalui jalan yang sama, justru terperosok dan seluruh bannya terbenam kedalam lumpur.

Terlihat para pengemudi sibuk mengeluarkan kendaraan dari jebakan lumpur, tali penarik kendaraan pun disiapkan, diikatkan lalu terdengar raungan mesin kendaraan digas dalam-dalam, Saya membuka kaca mobil dan mulai membidikkan kamera, inilah saat-saat yang tepat untuk membuat dokumentasi. Hanya dalam hitungan detik, kendaraan yang terjebak di lumpur berhasil ditarik dan iring-iringan taksi kembali berjalan. Jika awalnya hanya ada dua taksi jenis Innova, kini sudah terlihat 4 kendaraan beriringan, salah satunya adalah taksi jenis Fortuner.  

kota Sukamara lama ditepi sungai Jelai

Perjalanan di malam hari tidak memberikan pemandangan apapun, tidak ada pemandangan yang bisa dilihat, kecuali iring-iringan kendaraan yang berjalan cepat diantara jalan tanah, jalan aspal, jembatan dan ditengah kebun sawit. Meskipun jalan-jalan yang dilalui terlihat sepi, di tengah kebun sawit yang gelap, dan sesekali bertemu kendaraan lain, tapi kendaraan taksi ini tetap ngebut tanpa kuatir mogok dijalan. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, atau sejauh 100 km dari Pangkalan Bun, akhirnya sampai di Sukamara. Karena cukup lelah, saya langsung diantar taksi menuju penginapan yang berada di pusat keramaian Sukamara.

Penginapan di Sukamara

Kota Sukamara yang dijadikan sebagai ibukota kabupaten Sukamara ini kotanya relatif kecil, lokasinya tepat berada ditepian sungai Jelai yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ketapang yang masuk dalam Provinsi kalimantan Barat. Sungai Jelai merupakan batas antara Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Barat, sehingga deretan rumah-rumah penduduk yang berada di seberang sungai adalah wilayah dari provinsi Kalimantan Barat. 

 Sungai Jelai batas wilayah Kalimantan tengah dengan Kalimantan Barat

Pukul 04.30 pagi saya sudah bangun dan berniat mandi, karena tidak ada sabun, saya mencoba keluar hotel untuk mencari toko yang sudah buka. Suasana pagi di Sukamara terlihat sepi, saya berjalan menuju kearah tepi sungai yang dahulunya adalah areal pelabuhan Sukamara. Saya berjalan menyusuri beberapa ruas jalan kota yang kecil dan pendek hingga ke depan mesjid Sukamara. Terlihat anak-anak berangkat sekolah berjalan kaki dan ada pula yang sedang naik perahu dari seberang sungai. Anak-anak itu tinggal di wilayah Kabupaten ketapang kalimantan Barat tetapi bersekolah di Sukamara yang termasuk wilayah Kalimantan Tengah. Berarti perahu-perahu yang mengantar anak-anak sekolah menyeberang itu termasuk jenis transportasi antar provinsi. 

Deretan rumah di seberang sungai merupakan wilayah Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat.

 Perahu antar provinsi, mengantar anak sekolah dari Kalimantan Barat ke Kalimantan Tengah

Siang hari setelah menyelesaikan pekerjaan, untuk lebih mengenal Kota Sukamara, saya diantar seorang teman mengelilingi kota. Tidak membutuhkan waktu yang lama, seluruh kota pun selesai dikelilingi, termasuk wilayah pengembangan kota yang kini dibangun banyak kantor-kantor pemerintah serta jembatan yang setengah jadi.  Di jalan protokol depan kantor Bupati sukamara yang berdekatan dengan kantor DPRD dan Polres Sukamara, terdapat sebuah bundaran dengan sebuah tugu yang dibagian bawahnya berbentuk seperti guci dengan tiang beruas dan di ujung atasnya bulatan runcing berwarna kuning keemasan. Ketika melewati bundaran, saya turun sejenak dan berfoto didekat bundaran dengan latar belakang tugu tersebut.

 Tugu di bunderan utama Sukamara

Jalan utama kota di pusat pemerintahan, terlihat mulus, dengan pepohonan dan taman pembatas jalan yang rapi. Selain itu, terdapat juga lampu penerang jalan, tiang bendera kecil serta trotoar untuk pejalan kaki. Saya amati sejenak, ternyata memang rapi, namun sepi dan tak terlihat kendaraan melintas, sehingga menimbulkan keinginan saya untuk berada di median jalan untuk mengabadikan dengan kamera yang saya bawa.  

Jalan protokol di Sukamara

Tak jauh dari bundaran, terdapat sebuah taman dengan sebuah bangunan dan patung seorang laki-laki yang sedang menunjuk dengan tangan kirinya. Saya tidak faham arti bangunan dan patung itu, namun saya mencoba menanyakan kepada teman yang mengantar, apakah ini ikon dari Sukamara ? tak ada jawaban yang pasti. Yang jelas taman ini masih terlihat sepi, entah karena lokasinya jauh dari pemukiman penduduk, juga jauh dari pusat keramaian kota Sukamara atau karena memang dirancang untuk kebutuhan dimasa mendatang seiring dengan arah pengembangan kota.

Taman di Sukamara

Di bagian kota lama yang sudah berbentuk perkampungan padat terdapat sebuah makam yang konon adalah pendiri Sukamara. Menurut riwayatnya, makam tersebut adalah makam dari Datuk Nakhoda Muhammad Tha’ib pendiri Sukamara yang berasal dari Brunei. Hingga kini kabarnya, para tokoh di Sukamara telah melakukan kajian bekerjasama dengan perguruan tinggi dan melakukan penelusuran hingga ke Brunei, untuk menggali sejarah serta memastikan bahwa asal usul pendiri Sukamara adalah memang berasal dari Brunei Darussalam.

Makam Datuk Nakhoda Muhammad Tha’ib pendiri Sukamara berasal dari Brunei Darussalam

Setelah dua malam berada di Sukamara, dan pekerjaan  yang menjadi tugas tanggungjawab telah selesai, saya kembali ke Pangkalan Bun dengan menggunakan taksi yang sama, kendaraan Kijang Innova dengan pengemudi yang sama. Ada perbedaan antara berangkat dan kembali, ketika berangkat ke Sukamara hari sudah gelap dan tidak ada pemandangan yang bisa dilihat, maka perjalanan kembali nya  dimulai pada pagi hari, dan tentunya akan lebih banyak pemandangan yang bisa dinilmati sepanjang perjalanan Sukamara – Pangkalan Bun .

Melewati pasar di Sukamara menuju Pangkalan Bun

Jalan pintas melalui kebun sawit

Meninggalkan Sukamara jalanan yang dilalui beraspal baik, bahkan di beberapa tempat terlihat mulus dan diberikan tanda-tanda marka jalan, terutama di sepanjang perkebunan sawit hingga perbatasan anatara Sukamara dengan kabupaten Kotawaringin Barat.  Selepas perbatasan tersebut beberapa kilometer kemudian jalan mulai rusak dan kembali ke tanah, namun umumnya kendaraan kemudian berbelok kekiri dan menyusuri kebun sawit yang dapat dilewati kendaraan dengan kecepatan tinggi meskipun kondisi jalan masih berupa tanah.

Jalan raya yang masih berupa tanah keras


Kondisi jalan ke Pangkalan Bun dari arah Sukamara

Perjalanan dari Sukamara relatif lebih lancar, selain karena pagi hari, perjalanan juga tertolong oleh cuaca yang cukup baik. Jalan-jalan tanah yang sudah diperkeras serta jalan-jalan di tengah perkebunan kelapa sawit, umumnya terlihat baik dan mudah dilalui dengan kecepatan yang relatif tinggi. Kondisi jalan yang terlihat cukup parah dengan kumbangan lumpur di beberapa tempat hanya sekitar 10 kilometer menjelang masuk kota Pangkalan Bun. Di perjalanan memang sempat terlihat awan gelap, namun ternyata tidak terjadi hujan ketika melewati jalan-jalan yang berlumpur. Setelah dua jam perjalanan dari Sukamara, akhirnya sampai di Pangkalan Bun. Sebelum menuju bandara Iskandar untuk kembali ke Jakarta, saya menyempatkan diri untuk berkeliling melihat kota Pangkalan Bun dan tentunya berwisata dan juga menikmati kuliner setempat. (Des 2015)***


4 komentar:

  1. perjalanan yg menakjubkan...ternyata di Indonesia masih ada wilayah yg jauh terpencil dan sulit dijangkau...

    BalasHapus
  2. Salam kenal dari sy penduduk asli sukamara, ditunggu kedatangannya kembali ke bumi gawi barinjam sukamara.. :)

    BalasHapus
  3. Halo pak Budi Mayo, ini tulisan saya tentang Sukamara, terinspirasi dari blog bapak yg sangat bermanfaat http://themilystory.blogspot.co.id/2018/04/bersyukurnya-aku-penempatan-di-sukamara.html?m=1

    BalasHapus
  4. salam kenal pk Budi Mayo sy senang ad yg bercerita ttg daerah kami sukamara, syangnya bpk blm sempat berkunjung ke pantai ny ya.. ditunggu kunjungan ny kembali 😊

    BalasHapus