Rumah Pengasingan Bung Karno



Catatan Perjalanan ke Kota Bengkulu

Keinginan  untuk mengunjungi Bengkulu sebenarnya sudah ada sejak lama, namun kesempatan untuk pergi ke Bengkulu tak juga kunjung datang hingga pertengahan bulan lalu. Akhirnya pada pertengahan April 2016 lalu saya mendapat tawaran untuk melaksanakan tugas selama beberapa hari di Bengkulu. Meskipun kesempatan tersebut datang cukup mendadak karena hanya berselang dua hari sebelum keberangkatan, saya tetap terima dan tanpa pikir panjang lagi, tawaran itu saya setujui.
Jika menggunakan pesawat terbang perjalanan ke Bengkulu dapat ditempuh kurang lebih selama 1 jam 20 menit dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Siang itu saya menggunakan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737 seri 800NG dengan penerbangan GA298 pukul 14.05 dan mendarat di bandara Fatmawati Soekarno di Bengkulu sekitar pukul 15.50 setelah delay sekitar 20 menit. 

Kota Bengkulu

Perjalanan dari bandara Fatmawati Soekarno ke kota Bengkulu sangat lancar, sehingga tidak memakan waktu terlalu lama untuk mencapai pusat kota. Kendaraan hotel yang menjemput di bandara tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk memasuki areal hotel tempat saya menginap. Setelah check in di Hotel Santika yang terletak di  jl. Raya Jati, Sawah Lebar sekitar pukul 16.30, saya segera bergegas mencari kendaraan untuk menuju ke obyek wisata kota Bengkulu. 


Tujuan pertama adalah rumah pengasingan Bung Karno, Jarak dari Hotel Santika menuju ke rumah pengasingan Bung Karno ini tidaklah jauh, hanya sekitar kurang lebih 10 menit dengan kondisi jalan lancar tanpa kemacetan. Rumah ini terletak di jantung kota Bengkulu, di jalan Sukarno Hatta di wilayah kelurahan Anggut Atas kecamatan Gading Cempaka.


Sampai di tujuan, di rumah pengasingan Bung Karno, jam sudah menunjukkan hampir pukul 17.00, hampir saja tidak bisa masuk karena jam kunjungan sudah habis. Beruntung karena ada alasan yang jelas dan tepat, saya dan beberapa pengunjung lainnya masih diperbolehkan masuk.  Tarif masuknya relatif sangat murah, untuk pengunjung dewasa dipungut biaya sebesar Rp.3.000 dan Rp.2.000 untuk anak-anak. Selain itu juga ada paket pra wedding sebesar Rp.150.000,- dan untuk satu kali kegiatan liputan media massa dikenakan Rp.200.000,-


Rumah model arsitektur Hindia-Belanda ini dikelilingi halaman yang cukup luas dengan plang besar yang yang menunjukkan bahwa lokasi itu adalah rumah kediaman Bung Karno pada waktu pengasingan di Bengkulu. Dari berbagai leteratur, saya memperoleh data bahwa awalnya, rumah ini adalah milik seorang pedagang Tionghoa yang bernama Lion Bwe Seng yang disewa oleh Belanda untuk menempatkan Bung Karno selama diasingkan di Bengkulu  pada tahun 1938-1942. Namun ada juga salah satu sumber yang menyebutkan bahwa dahulu rumah ini dibangun pertama kali pada tahun 1918 oleh Tjang Tjeng Kwat yang bekerja sebagai penyalur bahan pokok keperluan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Bengkulu.

Sebelum dijadikan cagar budaya, bangunan ini sempat difungsikan sebagai kantor dan perkumpulan organisasi seperti markas Perjuangan Republik Indonesia, rumah tinggal anggota Angkatan Udara, Stasiun RRI, dan KNPI. Rumah pengasingan Presiden Soekarno di Bengkulu ini merupakan satu dari bukti sejarah perjuangan kemerdekaan, dan saat ini telah menjadi salah satu objek wisata sejarah dan cagar budaya di Bengkulu. 

Ruang tamu

Memasuki rumah pengasingan ini, pengunjung wajib melepaskan alas kaki baik sandal maupun sepatu, sehingga lantai rumah tetap bersih. Pertama-tama dari bagian teras langsung memasuki ruang tamu, disitu terdapat satu set meja kursi yang terbuat dari kayu dengan anyaman rotan. Meja kursi tamu ini dipagari di sekelilingnya, mungkin untuk menghindari agar pengunjung agar tidak menduduki kursi tersebut, maklum saja karena barang lama tentu harus lebih hati-hati merawatnya. Masih di ruang tamu juga terdapat dua buah rak buku yang dipenuhi berbagai jenis buku, tentunya banyak yang berbahasa Belanda.

Dari ruang tamu belok kanan memasuki ruang kerja, disitu terdapat sebuah meja kerja dengan satu kursi, yang diatasnya terdapat bendera merah putih ukuran kecil. Di ruang kerja tersebut terdapat jendela-jendela yang diantara jendela digantung beberapa foto diantaranya gambar BungKarno dan foto-foto bangunan rumah. Ada juga foto bergambar Bung Karno dan ibu Fatmawati di dinding sebelah kanan meja kerja tersebut.

Kearah belakang kita akan menjumpai sepeda tua yang dahulu pernah digunakan Bung Karno selama masa pengasingan. Kemudian di kamar belakang kita akan menjumpai sebuah tempat tidur besi dengan empat tiang penyangga untuk menaruh kelambu anti nyamuk. Tempat tidur itu dilengkapi dengan sprei dan dua buah bantal berwarna putih.  

Teras belakang

Saya melangkah hingga ke belakang rumah, pintu belakang tepat berada dibagian tengah dengan dua buah daun pintu dan di kiri kanan terdapat jendela yang besar. Sampai di bagian belakang, saya lihat ada teras yang agak lumayan luas untuk duduk-duduk atau bahkan mungkin cocok sebagai ruang santai atau tempat minum teh di sore hari. Lantainya disemen dan kelihatan bersih mengkilap. Meskipun usia rumah ini sudah puluhan tahun atau mungkin sudah hampir mendekati 100 tahun sejak pertama kali dibangun, namun kualitas  rumah ini sangat bagus, masih terlihat kokoh, dan tentu saja sarat dengan nilai sejarah.


Karena matahari semakin condong ke barat dan hari semakin sore, saya dan teman lain segera memutuskan untuk segera meneruskan ke tujuan wisata berikutnya, yakni Benteng Marlborough yakni sebuah  benteng peninggalan Inggris di kota Bengkulu. Namun sebelum beranjak meninggalkan lokasi, saya menyempatkan diri dulu untuk membuat dokumentasi dengan camera yang saya bawa. (April 2016)***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar