Awal Desember 2016
lalu ketika mengunjungi Kota Yogyakarta untuk suatu keperluan dinas, saya
dihubungi seorang teman agar saya meluangkan waktu untuk mengunjungi “Tebing
Breksi”, yang merupakan obyek wisata
baru di wilayah Yogya. Karena belum mengetahui, saya berpikir sejenak,
apa itu tebing Breksi ....? Saya segera bertanya ke beberapa orang, Setelah
memperoleh informasi, maka saya putuskan untuk kesana setelah ada kesempatan seusai menyelesaikan tugas pekerjaan.
Dengan sebuah mobil sewaan lengkap dengan pengemudinya,
saya diantar ke lokasi dengan waktu tempuh sekitar satu setengah jam perjalanan
dari pusat kota Yogya.
Dari arah kota Yogya,
kendaraan meluncur ke arah Solo, setelah sampai di pertigaan lampu merah Candi
Prambanan mobil belok kanan menuju arah Piyungan. Tidak terlalu jauh dari
Prambanan, sekitar 10
menit kemudian mobil belok kiri mengikuti petunjuk papan dengan arah panah
dipojok jalan bertuliskan Tebing Breksi/Candi Ijo. Mobil yang saya naiki menyusuri
jalan kabupaten kearah timur dengan beberapa tanjakan, serta kondisi jalan yang sebagian
mulus dan ada yang sedikit rusak. Tebing
Breksi dapat dicapai dalam tempo 15 menit, tepatnya di dusun
Nglengkong desa Sambirejo,
kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Menurut
pengemudi yang mengantar saya,
mengatakan bahwa lokasi Tebing Breksi
masih termasuk dalam wilayah kabupaten Sleman,
wilayah yang paling selatan, katanya.
Sampai di Tebing
Breksi, saya mengelilingi lokasi dan melihat-lihat hingga diatas Tebing. Awalnya
seperti tidak ada yang menarik karena hanya merupakan tebing batu, namun
pemandangan disitu ternyata cukup
lumayan. Sebelah utara nampak Gunung Merapi yang terlihat dengan sangat jelas
dan layak menjadi sasaran fotografi. Lainnya yang menarik bagi saya, adalah terdapat semacam arena pertunjukan atau panggung terbuka
yang dikelilingi dengan bangku penonton dari batu yang letaknya tepat berada disisi selatan tebing. Sedangkan sisi
lainnya disebelah utara tebing, kondisinya masih belum tertata dan masih berupa
galian-galian akibat dari aktivitas penambangan.
Tak lama dilokasi saya turun kebawah tebing dan berjalan
mendekati beberapa anak muda yang berseragam dan mengutip retribusi. Saya duduk
disitu dan memulai pembicaraan. Salah seorang pemuda yang duduk disebelah saya Muhamad
Taufik namanya, kemudian bercerita tentang asal usul tebing breksi ini. Menurutnya,
tebing ini awalnya hanya berupa gundukan batu, yang kemudian pada tahun 1983
batu ini ditambang oleh masyarakat yang batunya digunakan untuk pinggiran sumur dalam bahasa
setempat disebut “srumbung”. Namun pada tahun 2014, Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melarang aktivitas penambangan tersebut karena
dianggap merusak lingkungan.
Karena
ditutup tentu saja menimbulkan gejolak masyarakat karena penutupan tersebut
terkait dengan hajat hidup masyarakat penambang. Oleh karena itu kemudian
dilakukan penelitian terhadap bebatuan tersebut, apa
kandungan batu ini ? maka
pada tahun yang sama bebatuan tersebut
diteliti oleh para ahli dari UPN dan ITB yang hasilnya menyatakan bebatuan
tersebut merupakan endapan batu vulkanik gunung berapi purba sekitar 36 juta tahun yang lalu.
Akhirnya
lokasi penambangan tersebut dibuka kembali untuk tujuan wisata dan penelitian. Untuk
itu, kemudian dilakukan penataan dengan membuat panggung
terbuka dengan kapasitas 1000 tempat
duduk disisi bagian selatan, sedang kan sisi utara masih
diperbolehkan untuk ditambang dengan harapan tebing akan terlihat lebih tinggi. Selain itu,
menurut Muhamad Taufik, dibagian belakang konsepnya akan dijadikan kebun buah, bumi perkemahan dan circuit
offroad. Kebun buah sudah dimulai sejak Mei 2016 dengan menanam sekitar 350 pohon
buah seperti lengkeng, mangga, jambu
sirsak, dan durian.
Untuk
menampung kendaraan pengunjung, telah disediakan halaman parkir
yang cukup luas dengan kapasitas sekitar 290 kendaraan, dengan
rincian 90 kendaraan dibagian atas dan 200 kendaraan dibagian bawah. Sedangkan untuk fasilitas
lainnya seperti mushola, dan toilet juga sudah disediakan termasuk lokasi untuk
para penjual makanan yang sebelumnya adalah para penambang yang diberi
kesempatan untuk alih profesi.
Hingga saat ini, tebing
breksi belum mempunyai agenda reguler, kegiatan yang ada baru sebatas event yang dilakukan oleh
instansi Pemerintah dan Komunitas. Acara internasional yang pernah dilakukan adalah kegiatan pencanangan
program penghijauan oleh East Asia Inter-Regional Tourism Forum (EATOF) dengan lokasi di puncak Breksi pada bulan
Oktober 2016 lalu yang dihadiri para Gubernur dari beberapa negara Asia Timur. (Des 2016)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar