Museum Sulawesi Tengah di Kota Palu

Menunggu penerbangan Garuda Indonesia GA609 tujuan Jakarta ternyata masih lama, nanti sore sekitar pukul 16.00 waktu Indonesia tengah. Karena masih ada waktu, saya mencoba menghubungi salah seorang kenalan yang tinggal di kota Palu.  Setelah beberapa saat dia datang dan menjemput saya ke hotel Mercure tempat saya menginap. Setelah bertemu, saya minta diantar ke tempat kuliner yang khas ala Sulawesi Tengah.  

Kota Palu

Saya tidak tahu mau diantar kemana, tahu-tahu mobil sudah berhenti didepan sebuah rumah makan di tepi pantai, namanya RM Heni Putri Kaili. Menu ikan goreng dan Kaledo menjadi menu utama makan siang hari itu. Selesai makan saya tanyakan pada rekan yang jemput saya, apakah di Palu ada tempat yang layak untuk dikunjungi yang lokasinya dekat dan didalam kota? ada katanya, salah satunya adalah Museum Sulawesi Tengah. Berapa lama waktu untuk kesana ? Karena jawabnya tidak lama maka saya setuju untuk ke museum. Perjalanan dari rumah makan memang tidak terlalu lama, kisaran 15 – 20 menit saja, sudah sampai di tujuan.

Gedung Museum Sulawesi Tengah
  
Setelah sampai di tujuan, ternyata benar lokasinya memang masih berada didalam kota dan dijalan yang cukup ramai. Tepatnya dekat dengan Pasar Inpres Manonda dan terletak di Jalan Kemiri Nomor 23, Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat, dan masih masuk wilayah Kota Palu. Untuk mengunjungi museum ini, selain membawa kendaraan sendiri, kita juga bisa menggunakan mobil sewaan. Namun bagi anda yang ingin mencoba untuk menggunakan angkutan umum, maka pilihannya adalah menggunakan angkutan umum yang melewati Jalan Sis Al Djufrie dari arah timur, atau melewati Jalan WR Supratman dari arah barat.


Memasuki halaman Museum, saya melihat sekeliling lokasi tampaknya sepi tidak ada petugas dan juga tidak ada pengunjung. Suasana nya sepi seolah kurang peminat. Sepintas saya tidak melihat adanya petunjuk bagi para pengunjung untuk memulai dari sebelah mana dan mulai dari gedung yang mana tidak terlihat. Karena teman yang mengantar sudah terbiasa, maka saya langsung saja mengikuti dan langsung masuk ke salah satu gedung yang nampaknya merupakan gedung utama museum.

Karena tidak tersedia brosur atau booklet sejarah pembangunan museum, saya berusaha mencari tahu dari berbagai sumber, ternyata bangunan museum ini mulai dibangun pada tahun 1977 dan diresmikan pada tahun 1987. Museum dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung lainnya seperti tempat parkir, taman, mushola, perpustakaan, toilet, galeri souvenir dan juga ruang kantor untuk pegawainya.


Museum Sulawesi Tengah konon memiliki koleksi sekitar 7.455 buah. Dari jumlah tersebut, 5 (lima) di antaranya termasuk koleksi unggulan, yaitu kain tenun Donggala, pakaian kulit kayu, patung Palindo yang menggambarkan nenek moyang masyarakat Lembah Bada, taingaja atau patung kepala kerbau yang berbuat dari perunggu, serta fosil rahang gajah purba yang diperkirakan berumur 1,9 juta tahun.

Koleksi lainnya adalah guci-guci, tempat minum, bakul, tempat sirih, patung perunggu, dan juga mata uang Rupiah lama. Ada juga benda-benda peninggalan dari masa kolonial seperti berbagai macam senjata, seperti keris, senjata api, meriam dan senjata tajam lainnya merupakan koleksi dari museum ini.

Burung Raja Udang

Namun menurut saya, koleksi yang dipamerkan di museum ini nampaknya justru didominasi oleh gambar-gambar dan tulisan tentang flora dan fauna, dengan tema “Taman Nasional Lore Lindu” (TNLL). Penyajian ini nampak menarik perhatian karena dilengkapi  dengan tulisan yang besar-besar dan penjelasan tentang TNLL sehingga membuat saya berminat untuk membacanya. 

Pertama yang saya baca adalah mengenai burung Raja Udang, jenis burung ini di taman nasional Lore Lindu ada di semua habitat, mulai dari hutan dataran tinggi hingga hutan dataran rendah. Diperkirakan ada sepuluh jenis yang enam diantaranya adalah endemik, artinya tidak ditemukan di daerah lain selain di Sulawesi. Ada juga penjelasan tentang burung Maleo (Macrocephalon Maleo) yang merupakan salah satu burung unik di taman nasional ini. Bulunya berwarna hitam namun dada hingga perutnya berwarna ungu ke putih2an dan kepalanya seperti memakai topi baja.


Kemudian saya bergeser dan membaca mengenai binatang lainnya yakni Tarsius, binatang primata terkecil di dunia, yang hanya mempunyai berat sekitar 100 gr. Ada lagi binatang Anoa, mirip dengan kerbau khas Sulawesi dan populasinya terancam punah. Nama Anoa ini cukup terkenal, karena digunakan juga untuk nama panser, yakni kendaraan lapis baja buatan PT.PINDAD Bandung.

Karena masih ingin membaca, saya bergeser lagi dan membaca mengenai Musang Sulawesi, Kuskus dan Kalelawar, Kera Makak Tonkea, Babirusa, dan juga ada penjelasan tentang reptil seperti ular sawa (python reticulatus) yang hidup di kawasan taman nasional. Ular jenis python ini merupakan python yang terpanjang di dunia, yang pernah diketemukan dengan panjang 9.97 meter. Pada tahun 1998 sempat terjadi, seekor ular python sepanjang 5 meter telah memakan seorang penduduk Kulawi yang akhirnya ular tersebut ditangkap dan dibunuh.

macan tutul

Selesai membaca beberapa tulisan, saya melihat koleksi lainnya, yakni sebuah kepala rusa lengkap dengan tanduknya menempel di dinding, rusa ini diperkirakan dari jenis rusa sambar (servus unicolor) yang merupakan rusa terbesar asli Indonesia. Kemudian dibawahnya ada dua ekor macan tutul yang telah diawetan, yakni macan tutul (Pantera Pardus) atau disebut harimau dahan karena kemampuannya memanjat pohon, dan satunya adalah macan tutul Jawa (Pantera Pardus Melas) jenis satwa yang menjadi identitas Jawa Barat. Ketiga hewan koleksi museum itu berdasarkan penjelasan yang tertulis disitu, merupakan hibah dari H.Sudarto.

Sepintas saya merasa museum ini nampaknya diperkaya dengan tampilan dari Dinas kehutanan dan Kementerian Kehutanan yang banyak bercerita tentang flora dan faunan di TNLL. Walapupun sebenarnya ciri utama museum yang dikelola oleh Pemda Sulawesi Tengah ini adalah patung-patung seperti yang terdapat dihalaman depan. Patung-patung itulah khas Sulawesi Tengah dan membedakan museum ini dengan museum yang lain.


Museum Sulawesi tengah ini dibuka setiap hari kerja mulai jam 07.30 hingga 16.00 sore, namun demikian seringkali pada hari libur dan hari besar pun, menurut teman yang menemani saya, museum tetap buka terutama bila ada pengunjung yang datang dari luar kota, harga tiket masuknya Rp 3.000 untuk anak-anak dan Rp 10.000 untuk orang dewasa. Nah, bagi anda yang kebetulan berkunjung ke Kota Palu, tidak ada salahnya bila menyempatkan diri untuk menengok dan berwisata ke Museum ini. (Agustus 2015)***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar