Tengkleng Hohah Yogyakarta

Ketika saya sedang berada di kota Yogyakarta, saya dihubungi oleh seorang teman yang terbiasa dengan wisata kuliner, dia menyarankan agar saya mencoba kuliner khas yogya yang satu ini. Namanya Rumah makan tengkleng HOHAH yang beralamat di jalan Raya Wonosari yang menyediakan aneka makanan dan minuman khas ala kota Yogya. Ketika mendengar kata Wonosari, saya langsung membayangkan  jarak yang relatif jauh (Maklum saja ...... saya kan belum pernah ke kota Wonosari).  “Ke arah Wonosari, jauh atau tidak ya ?” tanya saya. “tidak jauh, masih di seputaran kota Yogya” kata teman saya. Akhirnya saya nekad juga dan meluncur menuju rumah makan Tengkleng Hohah ini dengan sebuah mobil yang saya sewa secara harian. “tidak jauh pak, hanya 1 atau 2 kilometer saja dari jalan Ring Road Selatan Kota Yogya, nanti ada lampu merah jalan wonosari kita belok kiri menuju arah Piyungan, hanya sekitar 5 menit saja dari perempatan lampu merah ring road” kata pengemudi yang mengantar saya.

Rumah makan tengkleng hohah

Siang itu panas terik matahari di kota Yogya sangat menyengat, bahkan air conditioner mobil yang saya naiki nyaris tak berfungsi untuk mengalahkan panasnya suhu udara Yogya siang hari itu. Mau tak mau kaca mobil saya buka lebar dan AC nya saya matikan. Agak lumayan karena angin bertiup berhembus masuk melalui jendela mobil dan sedikit mengusir hawa panas. “Lebih semilir ya pak?” kata si pengemudi, dan sayapun menjawab “enakan dibuka kacanya, jangan2 AC mobilnya yang bermasalah?”. Meskipun hawa panas sangat menyengat, namun tekad saya untuk mencapai warung tengkleng Hohah sudah bulat. Saya duduk didepan disamping kiri pengemudi dan memperhatikan kondisi jalan sambil sesekali menyeka keringat yang menetes. Selain itu, saya juga berpesan agar mencari SPBU (Stasiun Pengisian Bahanbakar Umum/Pom Bensin) untuk mengisi bensin kendaraan, jangan sampai kehabisan bensin dijalan.  Setelah sekitar 5 atau 10 menit memasuki jalan raya Wonosari dari arah Ring Road Kota Yogya, mobil pun masuk areal SPBU di kiri jalan untuk membeli bensin, dan si pengemudi menunjuk ke sebelah kanan, “itu pak warung tengklengnya, di kanan jalan” katanya. 


Saya lihat ke kanan jalan, dan betul memang ada rumah makan dengan papan nama cukup besar dibagian atasnya. Disitu tertulis “Tengkleng Hohah” dengan warna putih dan merah dengan latar belakang warna hitam. Ternyata lokasinya relatif cukup dekat dari pusat kota Yogya. Tepatnya beralamat di Jalan Wonosari No. 141 km 7, desa Baturetno, kecamatan Banguntapan, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta atau di seberang SPBU Mantup. Ternyata saat ini saya juga sedang berada di SPBU Mantup, dan waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 siang, sudah waktunya sholat Zuhur. Ketika sedang mengisi bensin, secara tak sengaja saya menoleh kekiri, saya melihat ada sebuah musholla di areal SPBU, maka saya katakan ke rekan yang mengemudi, “saya mau sholat zuhur dulu ya, nanti saya langsung jalan kaki ke rumah makan Hohah, silahkan duluan dan parkir disana”. Selesai sholat Zuhur, saya berjalan menyeberang jalan, namun sebelum menyeberang, saya foto dulu rumah makan nya beberapa kali dari seberang jalan.

  
Ketika saya masuk kedalam rumah makan melalui satu-satunya pintu masuk di bagian tengah, saya melihat ada beberapa pengunjung yang sedang menikmati pesanannya, saya belok kiri menuju kearah tempat lesehan karena disampingnya ada jendela yang terbuka lebar dengan harapan akan mendapatkan hembusan angin yang cukup mengingat hawa panas siang itu betul-betul terasa menyengat. Tak lama duduk saya disodori daftar menu yang lengkap dengan daftar harganya, menu yang sekaligus kertas bon itu tertulis dengan bahasa Indonesia campur Jawa, Daftar Harga Maem-an, dan Daftar Harga Mimik-an.  Menu makanan yang disediakan Warung Tengkleng Hohah antara lain tengkleng hohah, kicik balungan, tengkleng porsi kingkong (porsi besar untuk 4-5 orang), kicik porsi kingkong (untuk 4-5 orang), sate kambing muda, sate klatak, kari kepala kambing, tongseng, nasi goreng kambing, gulai dan kicik ayam. Sedangkan menu minuman yang disediakan antara lain teh/jeruk panas, es teh/es jeruk jumbo, es timun raksasa, coffemix, saparella, dan juga kangen water dalam botol kemasan.

tengkleng hohah

kicik balungan

Setelah saya baca daftar menunya, saya bingung juga mau pesan yang mana, namun karena menu utama di warung ini adalah tengkleng, maka saya pesan 1 porsi tengkleng hohah seharga Rp.30.000,- dan 1 porsi kicik balungan seharga Rp.35.000,-Sedangkan untuk minumannya, saya lebih memilih water kangen yang perbotolnya dihargai Rp.6.500,- sedangkan rekan yang mengemudi lebih memilih wedang jahe yang dibanderol Rp.7.000,- per gelasnya. Untuk nasi putih, para pengunjung dipersilakan untuk mengambil sendiri sesuai dengan porsinya masing-masing. Namun siang itu saya memutuskan tidak mengambil nasi putih, kicik dan tengkleng yang saya pesan mungkin sudah cukup untuk menjadi menu makan siang. Ketika ditanya pedas atau tidak, saya bilang boleh dikasih cabe tapi sedang saja ya.
Tak lama menunggu, pesanan pun segera datang berupa satu porsi tengkleng dan satu porsi kicik balungan, pesanan relatif cepat, maklum siang itu tidak terlalu banyak pengunjung yang datang, mungkin karena hari Senin.  Tapi lain ceritanya kalau pas hari libur, ruang makannya pasti akan penuh dan menu yang diinginkan pun harus dipesan sebelum berangkat. Kini tengkleng dan kicik sudah tersedia sebanyak dua porsi diatas meja tempat saya duduk. Tak perlu berlama-lama saya pun  segera mengambil tengkleng dan menggigitnya. Wouw....... gurih, asin, pedas bercampur menjadi satu. Dua potong tulang tengkleng saya ambil setelah itu saya stop, tidak sanggup lagi karena pedasnya luar biasa, Huhah.... huhah...... kata saya, ini terlalu pedas untuk ukuran saya, padahal tadi pesannya sedang saja. “Ya begitu pak, karena pedas jadinya huhah... huhah...., makanya disebut “tengkleng Hohah”, kata orang disebelah saya. “Betul juga ya, ternyata Hohah itu istilah untuk kata pedas”, harusnya saya tadi pesan yang tidak pakai cabe atau yang tidak pedas. Akhirnya, apa boleh buat saya lebih banyak makan kiciknya, enak dan sesuai dengan lidah saya.
Selesai makan saya menuju kasir, ada mbak Diah disitu yang melayani pembayaran dari para pengunjung. Saya tanyakan beberapa pertanyaan terkait rencana saya untuk menulis wisata kuliner ini, namun mbak Diah terlihat tidak siap untuk menjawab pertanyaan, dan memanggil seseorang yang bernama mas Agus yang ternyata adalah manajer “Rumah Makan Tengkleng Hohah”. Menurut mas Agus, rumah makan ini setiap harinya menjual sekitar 150 porsi pada hari biasa, namun penjualan akan meningkat diatas 200 porsi pada hari-hari libur seperti Sabtu dan Minggu. Rumah makan buka mulai jam 10.00 pagi dan tutup pada jam 21.00. dan selalu ramai, hari-hari sepinya hanya sekitar dua minggu pada saat Hari Raya Idul Adha.
mas Agus dan mbak Diah

Rumah makan Tengkleng Hohah ini menurut mas Agus sudah berdiri sejak akhir tahun 2014 lalu yang diawali di jl. Wonosari km.6, namun pada tahun 2015 pindah ke alamat yang sekarang ini di Jl. Wonosari km.7.  Pendiri sekaligus pemiliknya adalah Saptuari Sugiharto seorang pengusaha muda dan sekaligus sebagai “provokator entrepreneur dan inspirator Hidup manfaat“ atau lebih dikenal sebagai motivator dan pembicara dalam berbagai seminar inspiratif. “ini buku-buku yang ditulis oleh pak Saptuari”, kata mas Agus sambil menunjuk tumpukan buku-buku yang masih bersegel sampul plastik.  “mengenai apa buku ini?” tanya saya setengah penasaran. “Kisah-kisah inspiratif perjuangan para pengusaha membebaskan diri dari jeratan riba” katanya. Mendengar penjelasan mas Agus saya pun mulai tertarik, lalu saya katakan saya ingin membeli bukunya. “Saya jadi jualan buku?” kata mas Agus. “Ga apa-apa mas, saya tertarik dengan buku ini, mudah-mudahan bisa memberikan inspirasi yang positif buat saya” kata saya sambil membayar bukunya. Setelah membayar makanan dan buku, saya segera beranjak keluar dari rumah makan Tengkleng Hohah dan kembali menyusuri jalan Raya Wonosari kembali kearah kota Yogya. (Desember 2017)***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar