Sate Pak Min Kota Solo

Siang itu, seorang kerabat yang tinggal di kota Solo berencana untuk datang menjemput saya ke hotel Sunan. Meskipun masih kerabat, namun selama ini kami belum pernah bertemu, saya hanya mengenal orangtuanya yang saat ini sudah tergolong sepuh dan dipanggil mbah. Karena belum pernah ketemu, maka saya pun menunggu di teras lobby sambil mengamati setiap kendaraan yang masuk ke halaman parkir hotel.   Akhirnya dia datang bersama putrinya untuk mengajak saya mampir ke rumahnya, karena kebetulan kedua orang tuanya sedang berkunjung dan berada di Solo untuk beberapa hari. Setelah ketemu, kami saling memperkenalkan diri.

Warung sate pak Min

Mobil sedan warna merah yang dikendarainya membawa saya keluar halaman hotel dan menyusuri jalan-jalan kota Solo. Karena waktu nya sudah siang dan saatnya makan siang, sebelum kerumah, dia menawari saya untuk makan siang dan menanyakan menu apa yang saya sukai. Saya menjawab, “terserah saja, apalagi kalau itu khas daerah Solo saya pasti suka”, kata saya. “bagaimana kalau sate?” tanyanya. “boleh”, kata saya menjawab pertanyaan dan sekaligus mengiyakan pendapatnya.

Mobil meluncur menyusuri kepadatan lalu-lintas kota Solo. Saya tidak tahu arah mana, namun dengan kemacetan dan jalan-jalan siang itu, saya dibawa ke sebuah warung sate yang konon sangat terkenal. Tempatnya sederhana dan hanya dipinggir jalan, tapi sangat laris katanya. “Tapi agak jauh”, katanya. “Tak apa” kataku, yang penting masih bisa dijangkau dan tidak sulit untuk menjangkaunya. 

Perempatan Sampangan

Disebuah perempatan jalan entah apa namanya saya tidak tahu, karena baru kali ini saya ke daerah ini, maka begitu turun dari mobil saya langsung berjalan ke ujung jalan menuju perempatan tadi. Saya membaca tulisan pada gapura yang ada di perempatan ujung jalan tersebut. Ternyata warung sate Pak Min ini terletak di perempatan Sampangan, yang masuk dalam wilayah Kelurahan Sangkrah Pasar Kliwon. Supaya tidak lupa, saya langsung foto-foto warung sate ini dengan camera ponsel yang saya bawa, dan sekaligus mengabadikan suasana di sekitar nya.



Saya masuk ke warung tenda pak Min, dan mengamati sekeliling, kemudian saya lihat beberapa karyawan melayani pembeli dan ada juga yang sedang membakar sate. Saya berdiri dan mendekati tempat pembakaran sate. Saya pun mulai membuka pembicaraan dan bertanya tentang warung sate pak Min ini. Salah satu karyawannya menjawab dengan agak ragu, entah karena malu atau karena memang tidak tahu. Saya memulai pertanyaan dengan menanyakan harga sate, karena saya yakin pasti dia tahu. Ternyata betul, sambil membakar sate dan juga sambil melayani pembeli lain saya mendapat jawaban, Harga sate per porsinya dihargai sebesar Rp.36 ribu, sedangkan semangkok tongseng Rp.36 ribu dan gule dipatok seharga Rp.15 ribu. Selain itu, di warung sate ini juga menyediakan menu khas yakni sate buntel  yang satu porsinya berisi isi 3 dan dibanderol seharga Rp.45 ribu.


Sate pak Min

Tongseng pak Min

Sambil menunggu pesanan yang tadi sudah dipesan oleh kerabat, saya mulai bertanya lagi tentang jam buka warungnya. Katanya sih warung ini dibuka setiap hari mulai pukul 07.00 sampai jam 12.30. ketika saya datang jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat, dan ternyata saya adalah pembeli terakhir pada hari itu. Karena sebelum pesanan saya datang, masih terlihat ramai, selang beberapa menit kemudian menjadi sepi, dan ketika saya mulai makan pun para penjualnya sudah mulai membereskan peralatan dagangan.


Menurut pegawai yang melayani, warung sate pak Min ini sudah lama ada, bahkan sebelum dia lahirpun, pak Timin sudah berjualan sate.  Ketika saya Tanya mulai tahun berapa pak Timin mulai berjualan ? tidak ada yang bisa menjawab, namun katanya pak Timin ini kelahiran tahun 1937an. Saat ini warung sate Pak Min dikelola oleh sekitar 7 orang karyawan yang umumnya masih ada hubungan keluarga, anak, cucu dan keponakan.

Karena sudah siang dan dagangan pun sudah habis, maka warung pak Timin pun menjadi sepi. Saya masih duduk disitu untuk beberapa saat, sedikit santai karena jadi pembeli terakhir pada siang hari itu. Wajar saja kalau saya hanya kebagian 1 porsi sate biasa dan 1 porsi tongseng untuk bertiga. Sedangkan sate buntelnya yang konon katanya cukup enak, yang juga dibenarkan oleh kerabat saya karena sudah biasa berlangganan, kali ini sate buntelnya belum bisa saya cicipi. (Agustus 2017)*** 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar