Mie atau biasa juga disebut
dengan Bakmi, merupakan kuliner yang sangat umum yang mudah dijumpai dikalangan masyarakat Indonesia. Kuliner semacam ini banyak
terdapat diberbagai tempat, dengan berbagai jenis bumbu dan penyajiannya yang
berbeda-beda. Meskipun sama-sama mie, namun di setiap daerah tentu memiliki
cita rasa yang berbeda sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat. Begitu juga
dengan mie, yang bagi masyarakat suku Jawa disebut bakmi, atau lebih dikenal dengan sebutan Bakmi Jawa.
Jika anda datang ke kota
Yogyakarta baik dalam rangka tugas pekerjaan ataupun liburan bersama keluarga, di kota ini banyak
kuliner bakmi yang bisa dikunjungi setiap saat. Jika di
kawasan alun-alun kota Yogya bisa ditemui Bakmi Pele, dan Bakmi Mbah
Dumuk di jalan raya Magelang km.12, atau warung kecil seperti bakmi kharisma di
jalan Raya Solo atau bahkan dengan mie Lethek mbah Mendes di sebelah utara Lotte Mart Kota Yogya. Kali ini, saya dengan teman-teman komunitas otomotif ERCI Yogyakarta akan
mengunjungi salah satu rumah makan yang menjual bakmi Jawa, yakni “Bakmi
Kampoeng Jawa” yang berlokasi di jalan
Kabupaten No. 833 Salakan, Trihanggo, kecamatan Gamping yang masuk dalam wilayah
Kabupaten Sleman.
Malam itu, sekitar jam setengah
delapan, teman-teman komunitas otomotif datang menjemput saya di Hotel The Rich
Jogja tempat saya menginap selama dua malam. Awalnya saya tidak tahu mau diajak
kemana, dan kuliner apa ? setahu saya adalah bahwa kendaraan yang menjemput saya
keluar hotel lalu berbelok kekiri menuju arah lampu merah Ringroad Yogya. Dari
perempatan lampu merah yang juga terdapat jalan layang (fly over) tersebut,
kendaraan kemudian berbelok kekiri menyusuri jalan Ringroad Utara, hingga mencapai
perempatan lampu merah berikutnya, kemudian kendaraan berbelok kearah kiri menuju
jalan yang lebih kecil yang kemudian saya ketahui bernama jalan Kabupaten.
RM Bakmi Kampoeng Jawa
Setelah menyusuri jalan
Kabupaten beberapa saat, akhirnya kendaraan berhenti dan memasuki halaman
parkir sebuah rumah makan yang didepannya terdapat plang nama “Bakmi Kampoeng
Jawa”. Tulisan itu berwarna hitam dengan dasar cat warna kuning dan diberi panah
warna merah serta diberi sorotan lampu neon supaya jelas jika dibaca oleh
pengendara yang lewat. Begitu juga ketika akan memasuki rumah makan terdapat
spanduk kecil memanjang bertuliskan nama yang sama “Bakmi Kampoeng Jawa”. Kali
ini warna untuk tulisannya dibalik, tulisannya yang berwarna kuning dan background nya berwarna
hitam.
Penggunaan nama “Bakmi
Kampoeng Jawa” ini sebenarnya lebih kepada merk dagang atau nama rumah makan
ketimbang sebagai nama dari spesialisi menu yang ditawarkan. Selain menyediakan
Bakmi godog, bakmi goreng, atau bihun godog dan bihun goreng, ternyata juga
menyediakan aneka menu masakan lainnya seperti capcay, magelangan, tongseng
ayam dan gulai ayam. Karena mengusung mama bakmi, tentunya rumah makan ini
lebih spesialis dalam masakan bakmi. Namun semua itu tentunya kembali kepada pelanggan
yang akan menilai, apakah cocok sesuai dengan selera atau tidak. Bagi saya,
masakan bakmi ala Yogya ini adalah masakan yang perlu dicicipi karena sudah
menjadi salah satu kuliner khas kota Yogya.
Soal harga, pastinya sangat
terjangkau. Satu porsi bakmi baik godog maupun goreng dihargai sebesar
Rp.20.000,- sedangkan untuk menu lainnya seperti capcay, tongseng ayam dan rica-rica
daging di banderol seharga Rp.22.000,- sedangkan untuk balungan dihargai Rp.30.000,-
Selain itu rumah makan bakmi kampoeng Jawa juga menyediakan nasi goreng dan menu
lainnya sebagai alternatif bagi mereka yang tidak memilih bakmi sebagai menu
favorit. Konon menu utama yang paling laris disini adalah bakmi dan capcay.
Sedangkan untuk minuman tersedia wedang Jahe seharga Rp.7000, tape/saparilla 10 ribu,
kopi Rp.7.000, teh manis Rp.4.000, teh tawar Rp.2.000,- dan jeruk panas
Rp.6.000.
Bakmi
godog
Karena bukan hari libur,
tentu saja suasana di rumah makan bakmi ini tidak terlalu ramai. Menurut Budi
Setiawan karyawan yang sudah bekerja selama 7 bulan di rumah makan ini
mengatakan bahwa jika pada hari biasa bakmi hanya terjual sekitar 50 porsi, namun
pada hari Sabtu malem Minggu dan Minggu hingga malem Senin, penjualan bisa
melonjak hingga tiga kali lipat, atau sebanyak 150 porsi. Untuk melayani pelanggan,
ada sebanyak tiga orang karyawan yang yang tentunya sudah pandai memasak sesuai
arahan jeng Sri sebagai pemilik rumah makan. Sedangkan ditempat penjualan
satunya di jalan Tentara Pelajar, ada sekitar 6 orang karyawan yang melayani pembeli sejak dibuka jam 4 sore hingga tutup jam 12 malam. (Juni 2018)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar