Sore itu, di pertengahan bulan April 2014, ketika saya
melintas di jalan raya Yogya-Solo dari arah Klaten menuju Yogya, saya melewati
kawasan bekas pabrik gula Gondang Winagoen. Teman yang mengantar saya menuju
halte bus jurusan Yogya menawarkan apakah saya mau mampir dulu untuk masuk
museum gula? Boleh juga, kataku tapi jangan lama-lama nanti kuatir kehabisan
bus dan bisa kesorean sampai di Yogya.
Teman saya menjamin tidak akan kesorean dan pasti akan
mendapat bus jurusan Yogya, kalau sampai tidak dapat bus, dia janji akan
mengantar saya langsung sampai ke hotel tempat saya menginap di Yogya. “Okelah
kalau begitu, kita mampir dan melihat-lihat kedalam, siapa tahu banyak hal yang
menarik disana”, kataku.
Memasuki areal museum, di pintu gerbang masuk kita
akan disambut oleh monumen lokomotif mini berwarna kombinasi, hijau kuning,
merah dan hitam dengan tanda angka dua di lambung kanan dan kirinya. Setelah memilih tempat parkir yang sejuk,
karena disitu memang banyak pohon besar yang rindang, saya berdua dengan teman
berjalan menuju halaman museum dan mulai melihat-lihat berbagai peralatan
pabrik gula jaman dahulu yang saat ini sudah menjadi besi tua. Selain itu masih
di seputaran halaman museum dipajang berbagai alat transportasi yang digunakan
dalam kegiatan produksi gula sejak awal hingga terakhir ketika pabrik gula ini masih
beroperasi.
Alat-alat tranportasi mulai dari gerobak sapi hingga
lokomotif beserta gerbong pengangkut tebu nya dipajang tersebar dihalaman
museum. Jika dilihat dari merk yang tertera pada lokomotif maka saya meyakini
bahwa lokomotif tersebut berasal dari Jerman, maklum saja merknya “Deutz”.
Sedangkan peralatan pabrik gulanya kemungkinan dibuat di Belanda dan khusus
untuk pabrik gula di kawasan Yogya, karena disitu ada tertera tulisan yang
berbunyi “Rombouts-Rotterdam-19Djocja29”.
Menurut beberapa sumber, dikatakan bahwa pabrik gula Gondang
Winangoen yang terletak di
tepi jalan raya Solo-Yogyakarta dan
berada diwilayah Kabupaten Klaten ini, telah ada sejak tahun 1860. Konon ketika pertama kali
berdiri, pabrik ini
menggunakan turbin air sebagai penggerak
mesin, namun setelah
James Watt menemukan mesin uap, maka untuk memperbesar kapasitas giling,
digunakan mesin uap sebagai penggerak utama.
Pabrik gula Gondang Winangoen ini juga di sebut-sebut
dalam proses produksinya dari tebu menjadi gula, sebagai satu-satunya
pabrik yang menggunakan Sistem Karbonasi Rangkap, yaitu cara pengolahan gula
dimana dalam pemurnian nira menggunakan gas CO2 sehingga mampu
menghasilkan kristal gula yang lebih berkualitas.
Museum Gula Gondang Winangoen yang
didirikan sejak 1982 merupakan
satu-satunya museum gula yang eksis
bukan hanya di Indonesia, tapi juga di seantero kawasan Asia Tenggara. Keberadaan museum ini memang belum banyak dikenal
masyarakat, termasuk saya sendiri yang juga baru mengetahui
setelah diajak mampir. Ketika berada di lokasi halaman museum, teman saya sempat
berdialog dengan petugas yang sedang berjaga di halaman, bercerita sedikit
tentang museum, tapi sayang saya tidak diperkenankan masuk ke dalam karena
museum sudah tutup di sore hari.
Selama
di halaman museum saya saya masih diperkenankan untuk berkeliling dan mengambil
foto-foto berbagai jenis peralatan mesin pembuatan gula, mulai dari yang
berukuran kecil hingga yang sangat besar, nampak menghiasi halaman museum.
Begitu juga dengan lokomotif yang dipajang, bahkan salah satu lokomotif
tersebut ada yang dinamai dengan nama “Simbah”.
Mengunjungi
suatu lokasi wisata, belum afdol rasanya jika belum membawa kenang-kenangan
atau oleh-oleh berupa souvenir yang khas daerah itu. Jadi sebelum meninggalkan
areal museum, saya pun melihat sekeliling barangkali ada penjual aneka
kerajinan tangan atau oleh-oleh lainnya, tapi ternyata tidak ada, saya hanya
mendapati sebuah bangunan tua dengan cat yang mulai pudar, tertulis “SouveniR
center”. Tapi sekali lagi, sayang tokonya sudah tutup. (April 2014) ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar