Mobil
yang saya naiki berjalan tersendat diantara kendaraan lain di jalan raya Ring
Road 6 Beijing. Pagi itu jalan menuju Tembok Besar Cina lumayan padat, lalu lintas cukup ramai namun masih tetap mengalir. Mobil
jenis station wagon merk Buick buatan Amerika membawa
saya dan beberapa teman menuju obyek wisata yang sangat terkenal tersebut.
Sopir yang asli Beijing tersebut mengemudikan mobilnya berjalan seolah tanpa
hambatan, sangat terampil bahkan terkadang ikut masuk ke bahu jalan, mirip
seperti banyak pengemudi di Jakarta. Entah sudah berapa jam saya agak lupa, sekaligus
juga tidak mengingat-ingat, tapi kurang lebih sekitar dua jam lama nya dari
Kota Beijing ke tembok Cina. Jalan kesana dari pusat kota Beijing cukup baik,
mulus dan lebar dengan dikiri kanannya merupakan kawasan perbukitan yang cukup
gersang.
Tembok Cina atau The Great Wall merupakan salah satu
objek wisata utama di Tiongkok, rasanya kurang lengkap dan belum
merasa ke Tiongkok bila belum pernah mengunjungi tempat ini. Tembok China merupakan bangunan
terpanjang yang pernah dibuat oleh manusia dan konon menurut
kabar, merupakan
satu-satunya bangunan yang bisa dilihat dari bulan. Sungguh
menakjubkan tembok
raksasa ini, bangunan yang dibangun ratusan tahun lalu oleh
beberapa dinasti, sekarang menjadi bagian dari peninggalan sejarah dunia. Karena
itulah, ketika hari pertama menginjakkan kaki di Beijing, tujuan utama tentu
saja mengunjungi tembok besar ini.
Setelah sampai di lokasi dan mobil
diparkir, saya dan teman-teman menuju ke loket penjualan tiket masuk untuk
membeli karcis secara kolektif. Diatas tempat penjualan tiket ada papan nama
yang bertuliskan “Ju Yong Pass Great Wall Ticket Office” di bagian bawahnya,
sedangkan dibagian atasnya terdapat tulisan kanji yang kurang lebih mempunyai
arti yang sama. Selesai membeli karcis masuk saya mencoba untuk mengabadikan
loket ini dengan camera yang saya bawa, lalu saya minta teman untuk memfotonya.
Meskipun
udara saat itu cukup dingin dan saya juga masih berada di depan loket penjualan
tiket, saya mencoba melepaskan jaket yang saya kenakan, namun teman yang
mengantar saya menasihati agar tetap mengenakan jaket. Alasannya cukup masuk
akal, yakni jangan sampai saya sakit atau masuk angin hanya karena hawa dingin
yang belum terbiasa, maklum saja hari itu masih hari pertama saya berada di
Beijing. Jadi ya jaket kembali saya kenakan dan melanjutkan berjalan menuju
kearah tembok.
Naik
keatas dan berjalan menyusuri tembok, merupakan pengalaman tersendiri, beberapa
kali saya berhenti dan berfoto bersama dengan teman lainnya secara bergantian. Tapi
sesekali pula saya diam memandang perbukitan yang terbentang dihadapan saya,
dimana tembok terlihat membentang memanjang mengikuti bukit yang turun naik bagaikan
naga besar yang mengeliat diantara perbukitan. Jika dulu ketika masih sekolah
di SD saya pernah mendapat mata pelajaran ilmu bumi dunia, dan ilmu ini
memperkenalkan saya pada dunia, termasuk 7 keajaiban nya, maka hari ini saya
membuktikan salah satu diantara keajaiban itu.
Saya
berjalan sepanjang tembok dan juga menaiki tangga menuju pos atau gardu yang
ada, lumayan menguras tenaga, jarak antar gardu juga lumayan jauh. Saya lihat
para wisatawan banyak yang berjalan hingga gardu yang ketiga yang berada diatas
bukit. Tapi saya naik sampai gardu yang kedua saja sudah sangat capek, apalagi
sampai yang diatas sana pasti sangat melelahkan. Sampai gardu yang kedua, buat
saya sudah merasa cukup, dan beristirahat disitu.
Pakaian
perang prajurit Cina zaman dahulu
Di atas
tembok juga ada jasa penyewaan baju tentara zaman dahulu, salah seorang teman
saya mencoba mengenakan baju tersebut dengan biaya sebesar 50 Yuan atau setara
dengan 100.000 rupiah untuk sekali pakai. Setelah dikenakan lalu difoto dan
langsung dicetak dengan latar belakang bangunan tembok yang memanjang keatas
bukit. Bagus juga sih sebagai kenang-kenangan, cuma katanya baju itu cukup
berat, sehingga jika memakai baju ini bisa dibayangkan pada zaman dahulu ketika
pasukan Cina dikejar musuh terpaksa harus berlari menaiki tembok dengan pakaian
perang yang cukup berat, apalagi anak tangganya juga tidak mempunyai ukuran
yang standar. Anak tangga yang satu kadang ukurannya sangat berbeda jauh dengan
anak tangga yang lain, baik lebar maupun tingginya. Tapi itulah tembok Cina panjang
dan perkasa.
Menaiki
anak tangga
Menurut
beberapa literatur, konon tembok Cina yang kita lihat saat ini sebenarnya dibangun
sekitar pada zaman Dinasti Ming yang berkuasa antara tahun 1368 sampai 1644. Tembok ini memanjang mulai dari sebelah barat yakni
berpangkal pada benteng Jiau yang terletak di Propinsi Gansu, hingga keujung timur yang terletak di pinggir Sungai Yalu
di propinsi Liaoning. Panjang seluruhnya
sekitar 7.000 kilometer lebih dan melewati sekitar 9 provinsi.
Tembok
Cina pada dasarnya adalah bangunan yang luar biasa, selain kokoh juga mempunyai
nilai seni yang begitu indah. Selain
itu juga memiliki nilai sejarah yang luar biasa, sehingga tidak heran jika kemudian tembok Cina ini
menjadi salah satu dari tujuh ke ajaiban dunia. Pada
zaman dahulu tembok ini digunakan
sebagai benteng pertahanan militer untuk
menghalau atau menghalangi serangan dari pasukan Mongol yang berasal dari
utara. Pembangunan nya sendiri telah menghabiskan waktu yang sangat
lama hingga beberapa generasi. kini yang bisa kita nikmati adalah keindahan
arsitekturnya yang membuat kita
terkagum-kagum, selain keindahan
tembok tersebut juga
kemegahan, kekuatan, dan kebesarannya.
Selama berkunjung ke tembok Cina, kita bukan hanya
bisa menyewa baju perang dan
sekedar berfoto-foto saja, namun kita juga bisa membeli cendera mata khas Negeri Tiongkok yang banyak dijual di kios souvenir yang tersedia di seputaran tembok
Cina, seperti gantungan
kunci, lukisan miniatur tembok Cina, dan topi serta berbagai cendera mata yang
dapat jadikan sebagai kenang-kenangan.
Harga cindera mata yang dijual disini menurut teman yang sudah lama bermukim di
Beijing, tergolong relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan harga yang ditawarkan di pasar-pasar yang ada di pusat
kota. “Kalau mau membeli cendera mata, nanti saja, besok atau lusa diantar ke
pasar, harganya murah-murah” katanya. Saya setuju dengan saran nya, dan urung
membeli cindera mata disitu. (Okt 2014)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar